Oleh: dr. Leonardo Alexandra

Apakah Anda pernah melihat anak yang sangat aktif hingga tidak bisa diam atau biasa disebut hiperaktif? Atau bahkan Anda memiliki anak seperti ini, mungkin anak Anda ADHD.

ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder merupakan suatu gangguan neuropsikiatri yang mempengaruhi anak-anak, remaja hingga dewasa di seluruh dunia yang ditandai oleh suatu pola kehilangan atau mempertahankan atensi (perhatian) serta meningkatnya impulsivitas atau hiperaktivitas. ADHD biasanya dihubungkan dengan gangguan penyerta lain seperti gangguan belajar, gangguan cemas, gangguan suasana hati dan gangguan tingkah laku.

Apa penyebab dari ADHD?

Data menunjukan bahwa penyebab ADHD paling besar adalah genetik dengan tingkat penurunan dalam keluarga hingga 75%. Meskipun penyebab terbesar adalah genetik namun ada beberapa faktor lain yang ikut berkontribusi dalam terjadinya ADHD antara lain, paparan bahan beracun saat kehamilan dan persalinan, prematuritas, dan infeksi saat kehamilan. Beberapa hal lainnya seperti bahan pengawet makanan, pewarna makanan dan gula juga ikut berkontribusi untuk terjadinya ADHD.

Kenali gejala ADHD pada anak!

Untuk dapat membedakan gejala ADHD, sebelumnya kita perlu mengetahui tingkat atensi (perhatian) seorang anak sesuai dengan usia dan level perkembangannya. Anak dengan ADHD memiliki ciri sebagai berikut.

  • Kesulitan dalam mengikuti perintah dan membutuhkan perhatian tambahan dari gurunya di sekolah.
  • Kesulitan untuk mematuhi arahan orangtua dan butuh diminta berulang kali untuk menyelesaikan suatu tugas yang relatif sederhana.
  • Seringkali bertindak dengan sangat impulsif atau tanpa dipikir terlebih dahulu.
  • Memiliki emosi yang labil, eksplosif, dan “ngambekan”.
  • Kurang fokus dalam mengerjakan sesuatu.
  • Tidak bisa diam meskipun hanya sebentar.
  • Memiliki masalah dengan koordinasi motoriknya, kesulitan menirukan gerakan, sering melakukan gerakan-gerakan acak dan cepat.
  • Memiliki refleks yang tidak simetris.

Gejala ADHD bisa mulai muncul pada usia lebih dari 3 tahun, namun diagnosis baru benar-benar dapat ditegakan ketika anak usia sekolah saat gurunya memberitahu bahwa ada masalah pada sang anak. Laporan guru dan kebiasaan di sekolah menjadi sangatlah penting untuk evaluasi dan membedakan apakah si anak tidak perhatian karena ADHD atau tidak dapat mengerti materi sekolahnya.

Coba bayangkan jika Anda menderita ADHD

Sebuah pengalaman dari seorang ADHD mengatakan kita bisa mencoba membayangkan bagaimana rasanya menderita ADHD. Bagaimana caranya? Coba bayangkan kita ada di sebuah ruangan yang penuh dengan orang dan kita diberitahu bahwa masing-masing orang memiliki informasi penting untuk kita. Selain informasi, kita juga harus mengingat nama dan gerakan masing-masing orang yang ada di ruangan tersebut. Sambil mencoba untuk mengingat itu semua, orang lain mulai datang dengan informasi baru dari mereka.

Kita masih mencoba untuk fokus ke orang pertama, akan tetapi, informasi baru mulai berdatangan dan mulai menyebabkan dengungan kecil didalam kepala kita. Karena banyaknya informasi, kita kehilangan informasi dari orang pertama. Sekarang setiap informasi yang berdengung memiliki bobot yang sama keras hingga kita tidak mungkin dapat membedakan mana yang paling penting. Ini merupakan skenario yang melelahkan yang mungkin dirasakan oleh seseorang yang menderita ADHD.

Memiliki anak maupun kerabat dengan ADHD menjadi suatu tantangan tersendiri. Dengan kita makin memahami kondisi mereka semoga kita juga dapat lebih pengertian dan dapat membantu lebih.

Referensi

Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. 2015. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry.11th ed. Philadelphia: Lippincott Wolters Kluwer.

Discover Exactly What ADHD Feels Like On A Daily Basis. http://www.adhdcollective.com/what-does-it-feel-like-to-have-adhd/ Diakses pada 16 Januari 2018.

ADHD Adults: "What It Feels Like to Have ADHD". https://www.psychologytoday.com/blog/may-i-have-your-attention/201311/adhd-adults-what-it-feels-have-adhd Diakses pada 16 Januari 2018.