Tantrum pada Anak: Kenali, Kelola, Manfaatkan!
Oleh: Arfilla Ahad Dori, M.Psi., Psikolog
Pernah melihat balita menangis dan berguling-guling di lantai supermarket karena tidak diperbolehkan membeli mainan? Atau memukul-mukul orang lain karena ingin main gadget dan tidak mau mandi? Dua perilaku tersebut merupakan contoh dari tantrum yang kerap terjadi pada anak-anak.
Tantrum merupakan luapan emosi yang meledak-ledak untuk menunjukkan rasa tidak senang anak terhadap situasi tertentu. Tantrum biasanya disertai dengan tindakan yang berlebihan seperti menangis, menjerit, berguling-guling, atau memukul.
Apakah normal bila terjadi tantrum pada anak?
Tantrum adalah perilaku normal yang umumnya muncul saat anak berusia 12 hingga 48 bulan. Pada usia ini, anak mulai memiliki sense of self, yakni kesadaran terhadap diri sendiri tentang apa yang ia inginkan dan tidak inginkan. Namun, mereka belum mampu meminta tolong atau mengungkapkan keinginan dan perasaannya secara verbal. Mereka juga belum mampu mengontrol atau memuaskan keinginannya sendiri sehingga muncul rasa frustasi yang berujung pada perilaku tantrum.
Meski demikian, orang tua perlu mempertimbangkan untuk membawa anak ke psikolog jika:
- Tantrum hampir selalu disertai dengan perilaku menyakiti orang lain yang intens.
- Tantrum hampir selalu disertai dengan perilaku menyakiti diri sendiri yang membahayakan nyawa, misalnya menggigit diri, membenturkan kepala, memaksa diri untuk muntah, dan sebagainya.
- Tantrum terjadi lebih dari 10 kali dalam satu bulan dan setiap kali tantrum terjadi lebih dari 30 menit.
- Anak tidak mampu tenang setelah tantrum, meski penyebab tantrum telah dihilangkan.
Ternyata tantrum bermanfaat!
Tantrum sebenarnya merupakan bagian dari proses perkembangan untuk mematangkan kemampuan kognitif dan emosi anak. Melalui tantrum, anak belajar untuk menyadari, mengungkapkan, dan mengendalikan emosi. Anak juga belajar untuk berkomunikasi dengan lingkungannya dengan menunjukkan apa yang ia suka dan tidak suka.
Bagi orang tua, tantrum merupakan sarana untuk mengenalkan emosi dan cara mengendalikannya. Selain itu, tantrum juga merupakan kesempatan bagi orang tua untuk menerapkan pola asuh yang efektif, terutama tentang kedisiplinan dan keteguhan penegakan aturan.
Tantrum yang ditangani dengan baik akan mempererat hubungan orang tua dan anak. Anak akan lebih percaya pada orang tuanya karena saat ia ‘kewalahan’ dengan emosi asing, orang tuanya ada untuk membuatnya tenang. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami manajemen tantrum yang efektif.
Nah, agar penanganan tantrum menjadi lebih efektif, mari kita simak beberapa langkah manajemen tantrum di bawah ini.
- Terapkan jadwal dan rutinitas pada anak. Gunakan aba-aba untuk perpindahan aktivitas, misal “10 menit lagi kartunnya selesai kan, setelah itu adik mandi ya.”
- Dampingi anak saat melakukan aktivitas yang kompleks dan ajarkan anak untuk meminta bantuan orang dewasa jika kesulitan.
- Kenali kebiasaan anak dan kondisi pemicu tantrum agar dapat mengantisipasinya
- Ajari anak mengenali emosinya sehari-hari, seperti “Adik senang ya? Adik sedang kesal ya? Adik kecewa sama bunda?”
- Jadi role model. Seringkali pola perilaku tantrum anak meniru perilaku orang tuanya saat sedang marah.
- Berdamai dengan permasalahan pribadi agar emosi tidak terlampiaskan ke anak.
Apa yang harus dilakukan saat terjadi tantrum pada anak?
- Tenang. Bila berada di tempat umum, fokuslah pada penanganan anak, tidak perlu mempedulikan reaksi/tatapan/komentar orang sekitar.
- Biarkan anak melampiaskan emosinya, namun pastikan anak dalam kondisi aman.
- Hindari membujuk, berargumen, memberikan nasehat-nasehat moral. Saat tantrum anak dikuasai oleh emosinya sehingga nasehat orang tua tidak akan didengarkan, justru akan membuatnya makin frustasi.
- Hindari memberikan apa yang diinginkan anak atau menjanjikan hadiah agar anak diam. Hal ini membuat anak menggunakan tantrum sebagai senjata untuk meluluskan keinginannya sehingga tantrum akan berulang di lain kesempatan.
- Hindari menggunakan kekerasan fisik atau kekerasan verbal. Hal ini akan mengajarkan anak untuk menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan.
- Bila emosi belum reda atau tempat terlalu ramai, beri time-out untuk memberinya kesempatan menenangkan diri. Bawa anak ke tempat tenang dan sepi, lalu biarkan anak melampiaskan emosinya selama maksimal 15 menit. Orang tua perlu mendampingi namun dengan interaksi terbatas.
Tips pengananan setelah terjadi tantrum
- Setelah anak tenang atau berperilaku baik, segera berikan pelukan.
- Hilangkan hal penyebab tantrum anak.
- Berikan aktivitas yang tenang dan mudah untuk dilakukan.
- Saat kondisi orang tua dan anak sudah tenang, ajak anak untuk diskusi dan refleksi tentang perilaku tantrumnya. Bantu anak untuk mengidentifikasi emosi yang ia rasakan, terangkan alasan orang tua tidak meloloskan keinginan anak, lalu ajak anak untuk diskusi jika suatu saat situasi yang sama terulang lagi.
Referensi
Fetsch, R.J., & Jacobson, B. (2013). Children’s Anger and Tantrums. Fact Sheet: Colorado State University.
Gina, M., & Jessica, T. (2007). Tantrums and Anxiety in Early Childhood: A Pilot Study. Early Childhood Research And Practice Juornal. Vol. 9 No. 2.
Hurlock, E.,B. (2000). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Watson, S., Watson, T., & Gebhardt, S. (2010). Temper Tantrums: Guideline for Parents and Teacher. Handout of National Association od School Psychologists.