Manfaat Terapi Bermain Bagi Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Oleh : dr. Ricky Saunders

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GGPH) atau Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan salah satu dari gangguan perkembangan yang paling banyak terjadi pada anak. Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali pada masa kanak-kanak dan sering berlanjut hingga dewasa. Anak yang menderita ADHD menunjukkan beberapa gejala seperti kesulitan memusatkan dan mempertahankan perhatian, kesulitan mengontrol keinginan bertindak, dan melakukan aktivitas motorik secara berlebihan. Berdasarkan laporan National Survey of Children’s Health tahun 2016, sebanyak 9,4% anak berusia 2-17 tahun di Amerika Serikat menderita ADHD. Saat ini, American Academy of Pediatrics merekomendasikan terapi sesuai usia anak pada anak yang menderita ADHD. Terapi yang dianjurkan dapat berupa pemberian obat-obatan dan terapi perilaku. Alternatif terapi yang juga dapat diberikan adalah terapi bermain. Terapi bermain dapat menjadi wadah bagi anak untuk menyampaikan pengalaman dan perasaan mereka melalui permainan.

Terapi bermain sering diberikan untuk menangani anak-anak dengan masalah emosional dan masalah perilaku. Terapi bermain memberikan efek yang besar terhadap perilaku, adaptasi terhadap lingkungan sosial, dan kepribadian anak. Durasi dan keterlibatan orangtua juga mempengaruhi hasil terapi bermain pada anak. Terapi bermain akan semakin efektif seiring meningkatnya frekuensi sesi terapi bermain. Keterlibatan orangtua akan memberikan dampak yang positif terhadap hasil terapi. Selain itu, keterlibatan orangtua juga memberikan manfaat yang besar dengan jumlah sesi terapi yang diperlukan lebih sedikit.

Berikut adalah pilihan permainan yang dapat dilakukan sebagai terapi bermain di rumah:

  1. Teka-teki silang

Permainan teka-teki silang dapat meningkatkan perhatian anak dengan ADHD. Selama mengerjakan teka-teki silang, aktivitas yang berhubungan dengan mata meningkat sedangkan aktivitas yang berhubungan dengan telinga berkurang. Anak akan dapat mempertahankan impuls yang adekuat dan mengabaikan impuls yang tidak adekuat sehingga meningkatkan perhatian (konsentrasi). Selain itu, anak akan mengkoordinasikan mata dan tangan saat mengerjakan teka-teki silang. Pada saat inilah, anak membiasakan diri untuk fokus serta berkonsentrasi agar dapat menuliskan jawaban pada kotak yang tepat. Setelah bermain teka-teki silang, peningkatan perhatian terutama terjadi dalam hal melakukan aktivitas bermain, memperhatikan ketika orang lain berbicara secara langsung, mengikuti instruksi, dan tidak mudah dikacaukan oleh stimulus lain.

  1. Meronce

Penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan peningkatan konsentrasi pada anak dengan ADHD setelah menjalani terapi bermain berupa meronce sebanyak 6 sesi. Terapi bermain meronce sebanyak 6 sesi dilakukan dalam 1 bulan. Setiap sesi meronce berlangsung selama 30 menit. Setelah menjalani 6 sesi, anak sudah bisa merespon dengan baik instruksi yang diberikan oleh terapis, menyelesaikan permainan sesuai waktu yang ditetapkan, dan menunjukkan peningkatan perhatian dibanding sebelum terapi.

  1. Bermain puzzle

Permainan puzzle dapat mengurangi gejala ADHD setelah beberapa sesi permainan. Terapi ini secara efektif menurunkan perilaku impulsif. Permainan ini juga mengajarkan proses untuk memecahkan masalah. Anak tanpa sadar dilatih untuk berpikir kreatif dan secara aktif mengembangkan kemampuannya untuk membuat kesimpulan dari sebuah masalah. Semakin sering terapi ini diberikan maka semakin rendah perilaku impulsif yang dimiliki anak-anak ADHD.

Belajar dan mempraktekkan terapi ini pada anak dengan ADHD tidaklah mudah dan membutuhkan waktu. Akan tetapi, keterlibatan orangtua memberikan dampak positif yang besar terhadap hasil akhir terapi anak dengan ADHD. Oleh karena itu, orangtua harus mampu memahami bahwa permainan juga menjadi bagian yang penting dalam terapi anak dengan ADHD.

Referensi

1. CDC. Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) [Internet]. Center for Disease Control and Prevention. 2018 [cited 2018 Nov 6]. Available from: https://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/facts.html#1

2. Faraone SV. Report from the third international meeting of the attention-deficit hyperactivity disorder molecular genetics network. Am J Med Genet. 2002;(114):272–7.

3. Cunningham NR, Jensen P. Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder. In: Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia; 2011. p. 108–12.

4. CDC. Attention-Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) data & statistics [Internet]. Center for Disease Control and Prevention. 2018 [cited 2018 Nov 6]. Available from: https://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/data.html

5. American Academy of Pediatrics. Clinical practice guideline for the diagnosis, evaluation, and treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in children and adolescents. Pediatrics. 2011;128:1–16.

6. CDC. Attention-Deficit / Hypeactivity Disorder (ADHD) Behavior therapy for young children with ADHD [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. 2018 [cited 2018 Jun 11]. Available from: https://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/behavior-therapy.html

7. Bratton SC, Ray D, Rhine T. The efficacy of play therapy with children: a meta-analytic review of treatmet outcomes. Prof Psychol Res Pract. 2005;36(4):376–90.

8. Yusuf A, Bahiyah K, J IW. Teka-teki silang meningkatkan perhatian anak ADHD. J Ners. 2018;4(2):139–43.

9. Maknun LL. Efektivitas terapi bermain terhadap peningkatan konsentrasi pada anak ADHD. [Surabaya]: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel; 2011.

10. Naderi F, Heidarie A, Bouron L, Asgari P. The efficacy of play therapy on ADHD, anxiety, and social maturity in 8 to 12 years aged clientele children of Ahwaz Metropolitan Counseling Clinics. J Appl Sci. 2010;10(3):189–95.

11. Erinta D, Budiani MS. Efektivitas penerapan terapi permainan sosialisasi untuk menurunkan perilaku impulsif pada anak dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). J Psikol Teori Terap. 2012;3(1):67–78.