Disleksia, Si Cerdas Dibalik Kekurangan yang Ada
Disleksia, Si Cerdas Dibalik Kekurangan yang Ada
Oleh dr. Stella Yosanie
Setiap anak diciptakan sebagai pribadi yang spesial, disertai kelebihan dan kekurangan masing-masing yang akan berkontribusi dalam tumbuh kembangnya hingga dewasa. Sebagian anak terlahir dengan kondisi khusus, ada yang sulit melafalkan kata meskipun usianya sudah lewat masa batita, sulit membedakan huruf atau mengenali bunyi yang tepat dari kombinasi huruf tertentu, memerlukan waktu lebih lama saat menulis dibandingkan dengan anak seumurannya atau seringkali terbolak-balik saat membaca. Kondisi demikian dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah disleksia.
Disleksia
Disleksia berasal dari kata Yunani dyslexia, yang tersusun dari kata “dys” yang bermakna kesukaran dan kata ”lexis” yang berarti berbahasa, sehingga arti kata disleksia adalah “kesukaran dalam berbahasa”. Kesukaran dalam berbahasa pada kondisi ini memiliki makna yang luas, yaitu mencakup kegiatan berbahasa, membaca, dan menulis. Anak yang terlahir dengan disleksia seringkali dilaporkan mengalami kesulitan mengikuti kegiatan di sekolah, sehingga sebagian dari mereka ada yang mengalami kemunduran prestasi.
Mengapa Disleksia Bisa Terjadi?
Disleksia disebabkan oleh kelainan neurobiologis, dimana terdapat gangguan dalam memproses informasi bahasa. Pada anak tanpa disleksia, proses pengolahan informasi terjadi demikian: pertama, mereka akan menerima informasi (input), memahami informasi yang diterima, menyimpannya dalam memori lalu mengolahnya dalam pikiran mereka (cognitive processing). Keseluruhan proses tersebut saat berjalan dengan baik akan menghasilkan tanggapan (response-output). Semua tahapan ini dapat terganggu pada anak dengan disleksia, sebab itulah dapat dipahami mengapa seorang anak dengan disleksia mungkin sekali mengeluh kesulitan mengikuti instruksi lisan.
Disleksia dapat terjadi pada siapapun tanpa memandang jenis kelamin, etnis atau status sosialekonomi. Riwayat keluarga dengan disleksia, terutama jika salah satu orang tua ada yang menyandang disleksia, maka 40% besar kemungkinan si anak kandung bisa mengalami keluhan serupa. Berdasarkan penelitian medis, dikatakan bahwa beberapa gen yang diturunkan dapat memengaruhi perkembangan otak dalam mengatur fonologi, yaitu kemampuan dan ketelitian dalam memahami suara atau bahasa lisan.
Gejala Disleksia pada Anak
Gejala klinis disleksia dapat ditemukan beragam pada setiap anak dan sangat mungkin berbeda satu sama lain, baik dalam kelompok umur yang sama atau berbeda.
Pada usia pra sekolah, disleksia dikenali melalui ciri-ciri yang disebut dengan istilah red flags of dyslexia, yaitu :
- Perkembangan bicara lebih lama dibandingkan anak seusianya
- Membutuhkan waktu lama untuk mempelajari kosakata baru, contohnya kata “biru” dan “baru”.
- Kesulitan memahami kata dengan rima sama, contohnya "jalan" dan "pelan".
- Kesulitan memecah suku kata, contohnya "berapa suku kata yang didengar pada kata 'menari' "
Pada usia sekolah, seorang anak akan belajar membaca, menulis dan berinteraksi dengan lingkungannya, biasanya disinilah gejala disleksia lebih jelas dikenali, misalnya :
- Sulit memahami apa yang didengarnya.
- Butuh waktu lama untuk mengingat nama teman sebayanya.
- Sulit menghafalkan dan membedakan abjad, seperti bunyi huruf "b" dan "d", atau bentuk huruf "m" dan "n".
- Butuh waktu lama saat membaca.
- Sulit mengurutkan, contohnya nama hari.
- Membaca dengan terbata-bata.
- Butuh waktu lama saat menulis, misalnya saat didikte atau menyalin tulisan.
- Memiliki kepekaan fonologi yang rendah, misal sulit membedakan kata "muka" dengan "mula".
- Kesulitan untuk menceritakan suatu peristiwa atau perasaannya.
Pada usia remaja hingga dewasa, seorang yang lahir dengan disleksia mungkin akan semakin nyata memunculkan gejalanya, seperti :
- Kesulitan membaca/ mengeja.
- Kesulitan menyusun catatan.
- Kesulitan menyusun prioritas pekerjaan.
- Kesulitan mengingat secara berurutan.
- Kesulitan berhitung.
- Cenderung menghindari kegiatan atau pekerjaan yang banyak mengharuskan mereka untuk membaca, menulis, menghafal atau menghitung.
Dari semua gejala yang ada, perlu diketahui bahwa pertama, jika anak memiliki satu atau lebih gejala yang disebutkan di atas, ia belum tentu pasti didiagnosis disleksia. Kedua, anak dengan disleksia tidak harus memiliki semua tanda tersebut, anak satu dengan anak lainnya mungkin memiliki ciri berbeda. Keseluruhan gejala yang disebutkan dibuat untuk membantu kita mendeteksi sejak dini tanda waspada dari disleksia, sehingga diharapkan si anak bisa mendapatkan penanganan lebih lanjut sedari awal.
Kecerdasan Anak dengan Disleksia
Anak dengan disleksia memiliki tingkat kecerdasan yang normal atau bahkan di atas rata-rata. Jadi, keliru sekali jika ada anggapan anak disleksia pasti prestasinya buruk.
Penanganan Anak Disleksia
Prinsip paling penting adalah kita sebagai pihak terdekat si anak harus tenang dan belajar mensyukuri keadaan, sehingga diharapkan si anak akan merasa percaya diri, mampu menggali potensi dirinya. Penanganan anak disleksia baiknya melibatkan kerjasama tim ahli, yaitu dokter spesialis anak, psikolog, psikiater anak dan terapis (audiologis untuk masalah pendengaran, terapis wicara untuk gangguan bicara-bahasa). Namun perlu diketahui bahwa disleksia bukanlah kondisi yang akan hilang dengan terapi, hambatan yang dimiliki akan berkurang ketika memasuki masa dewasa jika individu tersebut mampu melakukan problem solving, karena pada dasarnya anak disleksia memiliki intelegensia normal.
Referensi
1. Apa itu Disleksia. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/mengenal-disleksia
2. Tanda dan Gejala Disleksia. https://jurnalpediatri.com/2016/12/28/tanda-dan-gejala-disleksia-pada-anak