Kenali Secara Dini Tanda-Tanda Disleksia pada Anak

Oleh: dr. Riani Hapsari, M.Si

Seorang anak usia sekolah dasar mengeluhkan kepada ibunya jika pelajaran membaca di sekolahnya merupakan hal yang sulit baginya. Si anak kesulitan membedakan huruf ”b” dan ”d”. Kedua huruf itu sering terbalik di dalam benaknya. Pekerjaan menyalin pun sering salah walaupun dia sudah duduk di bangku paling depan. Apakah anak ini merupakan anak yang bodoh? Belum tentu, bisa jadi si anak menginap disleksia.

Apa itu disleksia? Apakah Anda juga mengalami hal yang sama pada anak Anda? Yuk temukan cara mendeteksi secara dini Disleksia sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat kepada mereka.

Disleksia berasal dari kata “dys” yang artinya kesulitan dan “lexis” yang artinya “huruf” dalam bahasa Yunani, merujuk pada sebuah kesulitan untuk mengenali huruf atau kata. Para ahli mendefinisikan disleksia sebagai kesulitan belajar primer berkaitan dengan masalah bahasa tulisan seperti membaca, menulis mengeja, dan pada beberapa kasus kesulitan dengan angka. Di dalam pikiran anak disleksia, huruf-huruf dalam tulisan bercampur aduk dan tidak beraturan sehingga sulit dibaca dan diingat.

Anak dengan disleksia memiliki intelegensia normal atau di atas rata-rata. Hal itu yang membedakan anak dengan kesulitan belajar spesifik seperti disleksia dengan kesulitan belajar umumnya. Di dunia, 10 sampai 15 persen anak sekolah menyandang disleksia. Penyebab pasti belum diketahui, beberapa penelitian menemukan bahwa faktor genetik berperan besar di balik terjadinya gangguan belajar ini, di mana gen-gen yang diturunkan tersebut akan berpengaruh terhadap bagian otak yang berfungsi untuk pengaturan bahasa, dikenal sebagai tipe developmental dyslexia. Tipe yang lain yaitu acquired dyslexia di mana diakibatkan oleh cedera otak atau trauma yang dialami anak setelah dilahirkan.

Gejala disleksia bervariasi pada setiap anak sehingga sering sulit untuk mengenalinya pada usia sebelum masa sekolah. Namun bukan berarti orang tua tidak dapat mendeteksi secara dini anaknya apakah cenderung ke disleksia. Disleksia dapat dideteksi dini dengan mengenal tanda waspada atau dikenal dengan istilah red flags.

Red flags disleksia pada usia balita (pre sekolah) :

  • Perkembangan bicara yang lebih lambat dibandingkan anak-anak seusianya.
  • Artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik seperti “ibu” menjadi kata “ubi”, kulkas menjadi “kalkus”
  • Kesulitan menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan diri, kesulitan mengingat hal-hal dari film atau sesuatu yang ia sukai
  • Mengalami kesulitan untuk belajar huruf-huruf dasar seperti alfabet.
  • Kurang memahami kata-kata yang memiliki rima, contohnya “putri menari sendiri”.
  • Anak juga sering bingung atau tertukar antara kiri dan kanan.

Jika gangguan belajar terjadi pada anak usia sekolah, tanda-tanda yang perlu diwaspadai (Red flags) mengarah ke disleksia antara lain :

  • Memiliki ingatan yang pendek terhadap sesuatu yang pernah dialami
  • Lambat untuk mengeja bisa berupa ejaan yang terbalik seperti kata ‘gajah’ yang dieja ‘jagah’.
  • Kesulitan mengenal kata-kata yang dimulai dengan bunyi yang sama seperti baby, bird, big (semua diawali huruf b)
  • Sangat sulit untuk mengikuti atau mengingat pola/ urutan seperti menghitung angka dari 1 s.d 20, menyebutkan nama hari dalam 1 minggu, menyebutkan urutan alphabet.
  • Kesulitan menyalin, dimana ketika diminta menyalin sebuah teks selalu melakukan kesalahan berulang
  • Sering salah atau terlalu lamban saat membaca
  • Tertarik pada gambar, namun tidak pada kata
  • Bila mengerjakan sesuatu, khususnya PR, akan kurang rapi tulisan atau polanya
  • Sulit untuk menemukan kata untuk menjawab pertanyaan orang lain

Adanya riwayat kesulitan belajar (learning disabilities) dalam keluarga dapat menjadi faktor resiko utama mendeteksi kemungkinan disleksia. Reid menyebutkan jika salah satu dari orang tua menyandang disleksia maka terdapat probabilitas 40% akan diturunkan pada anaknya. Identifikasi disleksia sebaiknya sedari dini sehingga anak dapat dilatih cara belajar yang tepat dan sesuai kebutuhannya. Jika terlambat, prestasi akademis terus turun, anak kesulitan dalam ujian, mendapat stigma negatif, diganggu (bullying), serta kesulitan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Anda tentu tidak mau anak-anaknya memiliki masa depan yang tidak pasti bukan?

Memiliki anak dengan disleksia bukan berarti mereka tidak punya masa depan, karena pada dasarnya mereka anak-anak pintar. Mereka hanya mengalami kesulitan berbahasa, baik itu menulis, mengeja, membaca, maupun menghitung. Namun di sisi lain, mereka unggul dalam kemampuan visual spasial, analisis masalah yang mendalam, kesadaran sosial, penyelesaian masalah, geometri, catur, atau permainan di komputer. Tugas dari orangtua, guru, dan orang-orang sekitarnya untuk menerima kondisi mereka dan menggali potensi-potensi dalam diri mereka dengan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai kebutuhan sehingga anak dengan disleksia dapat berkembang secara optimal,

Referensi

  • Perspective on Dyslexia. Paediatr Child Health. Vol 11 (9).2006. Page 81-587.
  • Learning Disabilities, Dyslexia, and Vision. American Academic of Pediatrics. Vol. 124 (2). 2009. Page 836- 843.
  • Gerd Schulte. The Prevention, Diagnosis and Treatment of Dyslexia. Dtsch Arztebl Int Vol. 107(41). 2010. Page 718–27.
  • Kershner John. A Mini-Review: Toward a Comprehensive Theory of Dyslexia. Journal of Neurology and Neuroscience. 2015. Page 1 – 6.
  • Dokter Indonesia Online. Tanda dan Gejala Disleksia pada Anak. Jurnal Pediatri. http://jurnalpediatri.com. 2016
  • Dyslexia in Classroom : What Every Teacher Needs to Know. International Dyslexia Association. 2017
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Apa itu Disleksia. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/mengenal-disleksia. 2017