Indonesia Darurat Hak Asasi Anak?
Oleh: Naba Fahlan Yakub
Memang Hak Asasi Manusia (HAM) seringkali digaungkan di berbagai media. Namun, sebenarnya terdapat bagian dari Hak Asasi Manusia namun masih seringkali terabaikan yaitu hak asasi anak.
Hak Asasi Anak diciptakan untuk melindungi anak dari berbagai hal yang terbagi secara khusus, karena pada dasarnya anak memiliki posisi yang rentan di masyarakat sehingga perlu mendapatkan hak- hak khusus yang memberi mereka perlindungan khusus.
Namun, sangat disayangkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia seolah menutup mata mengenai hak asasi anak ini sehingga perlindungan dan pengawasan terhadap anak menjadi longgar bahkan seringkali tidak dipedulikan oleh orang dewasa di sekitarnya.
- Diskriminasi
Di beberapa wilayah bagian Indonesia seringkali terjadi diskriminasi terhadap anak yang memiliki perbedaan etnis atau agama tertentu. Diskriminasi ini paling banyak dilakukan oleh teman sebayanya.
Hal ini terjadi karena pihak orang tua kurang mengajari anak mengenai sikap toleransi budaya dan agama, sehingga perilaku anak di sekolah menjadikannya melakukan diskriminasi terhadap teman yang memiliki perbedaan tersebut.
Selain itu juga, diskriminasi bisa terjadi akibat disabilitas pada anak dan bahkan sempat ada laporan mengenai perbedaan perlakuan karena perbedaan jenis kelamin.
Tidak cukup sampai disitu, pernah tercatat beberapa kasus diskriminasi yang bahkan dilakukan oleh pihak sekolah, diantaranya adalah:
- Anak tidak mendapatkan pendidikan agama yang sesuai karena sekolahnya dikelola orang yang berbeda agama.
- Dipersulit untuk masuk ke sekolah tersebut karena memiliki perbedaan keyakinan.
- Sekolah membedakan status kekayaan dari orang tua siswa.
- Anak disabilitas memiliki kesulitan untuk diterima di sekolah.
Anehnya adalah banyak laporan mengenai diskriminasi tersebut justru terjadi di sekolah negeri yang merupakan sekolah yang dioperasionalkan dan dikendalikan negara.
- Pengembangan diri
Ada hal menarik yang perlu dikaji lebih jauh di Indonesia, salah satunya adalah pengembangan diri anak. Hal ini seringkali terjadi saat anak memilih untuk jurusan sekolah atau kuliah. Banyak jurusan anak ditentukan secara paksa oleh orang tua tanpa memandang minat dan bakat dari anak tersebut.
Walau hal ini bertujuan baik, misalnya saja orang tua memilih jurusan yang memiliki potensi lapangan pekerjaan yang baik atau memilih jurusan yang tidak membutuhkan biaya mahal saat sekolah atau kuliah di jurusan tersebut.
Namun banyak yang tidak memiliki minat dan kemampuan di bidang tersebut yang pada akhirnya mau tidak mau harus melanjutkan pilihan orang tuanya tersebut.
Yang harus dilakukan dalam situasi seperti ini adalah:
- Beri pengertian mengenai potensi kerja dan biaya sekolah dan/atau kuliah namun tetap pertimbangkan mengenai minat dari anak tersebut.
- Orang tua mencari tahu kesukaan (minat) dan kemampuan (bakat) anak di berbagai bidang dengan cara monitoring nilai sekolah dan berkonsultasi dengan pihak sekolah.
- Ketika melakukan pemilihan jurusan, cari tahu bagaimana prospek dari jurusan tersebut dengan melihat di berbagai referensi dan kembali melakukan komunikasi antara anak dan orang tua.
Peran orang tua sangatlah penting karena seorang anak di usia remaja kurang memiliki arah terhadap sesuatu dan pengaruh lingkungan pertemanan merupakan pengaruh yang paling besar, maka tidak heran banyak yang memilih jurusan karena terpengaruh dari temannya.
- Pekerja anak
Selain hak pendidikan, anak memiliki hak untuk bermain. Tapi tidak untuk anak yang sudah bekerja.
Terdapat data yang menunjukkan bahwa proporsi pekerja anak pada 2017 sebesar 1,5 persen dari total populasi anak sebesar 84,4 juta jiwa. Mereka tak mengenyam bangku sekolah sama sekali. Lama bekerja pun beragam, mulai dari satu jam hingga 97 jam seminggu.
“Bekerja membuat hak pendidikan, jam bermain dan interaksi dengan teman tidak terpenuhi,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra.
Mayoritas pekerja anak bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sekitar 41,74 persen, merujuk data Survei Sosial Ekonomi Nasional dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2017.
Mereka yang bekerja di sektor pertanian seperti kelapa sawit, menurut Jasra, lumrah terjadi di desa. Temuan KPAI di lapangan, sejumlah modus dilakukan seperti mendaftarkan diri menggunakan nama orang tua tapi yang bekerja justru si anak dan dalih membantu orang tua seperti mengambil brondolan sawit.
Sebanyak 1,5 persen pekerja anak dari total populasi anak itu, jumlahnya setara 1,2 juta anak. Berbeda dengan kondisi di perdesaan, mayoritas di perkotaan mereka bekerja di sektor perdagangan (23 persen) dan industri pengolahan di pabrik (22,3 persen).
Selain dari tiga hal tersebut, masih banyak lagi berita yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk membantu implementasi dari hak asasi anak di Indonesia seperti pengguguran kandungan, pelecehan seksual terhadap anak, penyiksaan anak, dan beberapa hal terkait hak asasi anak.
Oleh karena itu, peran orang tua dan masyarakat dibutuhkan dalam mewujudkan terlaksananya hak asasi anak di Indonesia.
Referensi
- The 42 Rights of a Child. https://www.unicef.org.nz/child-rights Diakses pada 26 November 2019.
- Ini 15 Bentuk Diskriminasi Sekolah terhadap Siswa Versi KPAI https://news.detik.com/berita/2402128/ini-15-bentuk-diskriminasi-sekolah-terhadap-siswa-versi-kpai Diakses pada 26 November 2019.
- Pekerja Anak di Bawah Bayang Kemiskinan dan Minim Pendidikan https://beritagar.id/artikel/berita/pekerja-anak-di-bawah-bayang-kemiskinan-dan-minim-pendidikan Diakses pada 26 November 2019.