Oleh: Cahya Ramadani Renhoran

Setiap anak mempunyai haknya masing – masing untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan konvensi hak anak PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tahun 1989, terdapat 10 hak yang harus diberikan untuk anak. Hak tersebut adalah hak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, perlindungan, identitas, status kebangsaan, makanan, akses kesehatan, rekreasi, kesamaan, serta memiliki peran dalam pembangunan. Konvensi ini adalah perjanjian hak asasi manusia internasional yang paling cepat diadopsi dalam sejarah serta mengubah cara anak-anak dipandang dan diperlakukan - yaitu sebagai manusia dengan seperangkat hak yang berbeda.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Undang – undang ini mengatur tentang perlindungan anak, termasuk anak terlantar, anak angkat, anak asuh, serta anak yang menyandang cacat (disabilitas) / anak berkebutuhan khusus.

Anak bekebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. UNICEF (United Nations Children’s Fund) mengungkapkan bahwa realita yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari anak berkebutuhan khusus adalah adanya diskriminasi dan pengecualian. Terdapat 5 hak anak berkebutuhan khusus yang dikemukakan oleh UNICEF antara lain sebagai berikut.

Menentang Diskriminasi

Diskriminasi dapat ditunjukkan dengan berbagai cara, melalui prasangka budaya, sosioekonomi, tindakan legislatif, administratif, serta lingkungan yang tidak dapat dijangkau oleh anak. Sikap budaya dipengaruhi oleh pandangan atau stereotip negatif tentang individu dengan disabilitas dalam cerita rakyat, buku, film atau program televisi. Kurangnya diskusi terbuka mengenai disabilitas juga terkadang menyebabkan anak berkebutuhan khusus diabaikan dalam perencanaan dan penyediaan pelayanan. Selain itu, dari pengalaman anak yang mengalami diskriminasi, mereka mengalami pengecualian sosial tidak hanya karena memiliki gangguan, namun juga karena gender, atau karena mereka termasuk ke dalam grup lain yang mengalami diskriminasi (seperti anak yang kurang mampu, anak yang kehilangan orangtuanya, anak yang tinggal di jalanan, atau anak yang berada dalam agama dan suku yang minoritas). Sebagai dampak dari diskriminasi adalah adanya keterbatasan dalam mengakses pelayanan yang penting, termasuk pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Akses pada Pelayanan Kesehatan, Rehabilitasi, dan Kesejahteraan

Dari 200 juta anak dengan disabilitas yang dilaporkan di negara berkembang, hanya sedikit dari mereka yang mempunyai akses yang memadai untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan rehabilitasi. Angka kematian anak dengan disabilitas di bawah 5 tahun dapat mencapai angka 80% di beberapa negara dengan pendapatan yang rendah. Selain itu, pelayanan rehabilitasi umumnya terpusat pada area perkotaan dan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Kurangnya koordinasi antara departemen kesehatan, sosial dan edukasi juga dilaporkan di beberapa negara berkembang dan mempunyai dampak yang serius atas pelayanan yang diberikan.

Akses pada Pendidikan

Hak pendidikan anak telah diabadikan dalam perjanjian hak manusia. Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat mencapai pendidikan yang memuaskan jika disekolahkan pada sekolah inklusi. Namun ada beberapa rintangan dalam menerapkan pendidikan inklusi ini antara lain rendahnya prioritas untuk anak berkebutuhan khusus diantara para pembuat keputusan, kurangnya kesadaran dan dukungan masyarakat, keengganan untuk menerima anak dengan disabilitas yang berat, lingkungan dan kurikulum yang tidak dapat dijangkau oleh anak berkebutuhan khusus, kurangnya pelatihan bagi guru, serta kurangnya dana yang telah ditargetkan.

Perlindungan atas Kekerasan, Eksploitasi, dan Penyalahgunaan

Anak berhak untuk dilindungi dari kekerasan, eksploitasi dan penyalahgunaan termasuk eksploitasi ekonomi, kekerasan seksual, perdagangan manusia dan perlakuan lainnya yang mengganggu kesejahteraan anak. Anak berkebutuhan khusus lebih mungkin menjadi korban kekerasan fisik, seksual dan psikologis dibandingkan dengan anak pada umumnya. Disabilitas sering membuat anak terlihat sebagai “korban yang mudah” dikarenakan mereka mempunyai kesulitan dalam mempertahankan diri sendiri, melaporkan tindak kekerasan, serta mereka mungkin tidak mengetahui masalah atau kondisi yang sedang dihadapi.

Partisipasi dan Akses pada Kesempatan

Anak berkebutuhan khusus, sama seperti anak pada umumnya, mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya dalam segala hal. Namun, adanya keengganan untuk mengenali potensi anak berkebutuhan khusus untuk dapat berkontribusi dalam proses pembuatan keputusan. Sumber daya informasi dan pengetahuan yang tepat penting untuk meningkatkan partisipasi anak dalam pembuatan keputusan. Anak berkebutuhan khusus kekurangan kesempatan dalam berinteraksi dengan anak lainnya dalam lingkup belajar, rekreasi serta partisipasi dalam komunitas olahraga.

Kelima hak tersebut merupakan hak yang penting dipenuhi untuk anak berkebutuhan khusus dalam proses tumbuh kembangnya. Lantas, sudahkah hak mereka terpenuhi?

Referensi:

  1. 10 Hak Anak Indonesia, Sudahkah Anda Memberikan Ini? https://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/08/01/mquqn1-10-hak-anak-indonesia-sudahkah-anda-memberikan-ini Diakses pada 10 Januari 2020.
  2. Efektifitas Pelatihan Incredible Mom terhadap Peningkatan Sikap Penerimaan Orangtua dengan Kondisi Anak Berkebutuhan Khusus http://etheses.uin-malang.ac.id/1484/ Diakses pada 10 Januari 2020
  3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  4. Promoting the Rights of Children with Disabilities https://www.unicef-irc.org/publications/474-promoting-the-rights-of-children-with-disabilities.html Diakses pada 10 Januari 2020